Cara Shalat Tahajud dan Witir


Assalamu'alaikum Wr. Wb.
(Bismillah)

      Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menulis artikel ini. Serta tidak lupa saya bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi terakhir. Semoga artikel yang saya tulis ini bermanfaat bagi saudara-saudara sekalian, dan dapat diamalkan di dunia.

      Artikel ini merupakan lanjutan (part 2) dari artikel sebelumnya, silahkan klik Di sini bagi yang belum melihatnya atau ingin melihatnya. Ok kalau begitu ayo kita masuk ke pembahasan selanjutnya.


1. Sunah Melaksanakan Shalat 11 Rakaat atau 13 Rakaat




      Bilangan rakaat yang paling sempurna yang dilakukan pada shalat malam adalah SEBELAS RAKAAT. Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Artinya :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

      Diriwayatkan pula bahwa Nabi Saw. melaksanakan shalat malam sebanyak 13 rakaat. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ

Artinya :
“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764).

      Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/123, Asy Syamilah).

حَدَّثَنِي عَبۡدُ اللهِ بۡنُ هَاشِمِ بۡنِ حَيَّانَ الۡعَبۡدِيُّ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّحۡمَٰنِ - يَعۡنِي ابۡنَ مَهۡدِيِّ -: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ سَلَمَةَ بۡنِ كُهَيۡلٍ، عَنۡ كُرَيۡبٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ؛ قَالَ: بِتُّ لَيۡلَةً عِنۡدَ خَالَتِي مَيۡمُونَةَ، فَقَامَ النَّبِيُّ ﷺ مِنَ اللَّيۡلِ، فَأَتَىٰ حَاجَتَهُ، ثُمَّ غَسَلَ وَجۡهَهُ وَيَدَيۡهِ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ، فَأَتَى الۡقِرۡبَةَ فَأَطۡلَقَ شِنَاقَهَا. ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءًا بَيۡنَ الۡوُضُوءَيۡنِ. وَلَمۡ يُكۡثِرۡ، وَقَدۡ أَبۡلَغَ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّىٰ، فَقُمۡتُ فَتَمَطَّيۡتُ كَرَاهِيَةَ أَنۡ يَرَى أَنِّي كُنۡتُ أَنۡتَبِهُ لَهُ، فَتَوَضَّأۡتُ، فَقَامَ فَصَلَّىٰ، فَقُمۡتُ عَنۡ يَسَارِهِ، فَأَخَذَ بِيَدِي فَأَدَارَنِي عَنۡ يَمِينِهِ. فَتَتَامَّتۡ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ ﷺ مِنَ اللَّيۡلِ ثَلَاثَ عَشۡرَةَ رَكۡعَةً، ثُمَّ اضۡطَجَعَ، فَنَامَ حَتَّى نَفَخَ، وَكَانَ إِذَا نَامَ نَفَخَ، فَأَتَاهُ بِلَالٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلَاةِ. فَقَامَ فَصَلَّىٰ وَلَمۡ يَتَوَضَّأۡ. وَكَانَ فِي دُعَائِهِ: (اللّٰهُمَّ اجۡعَلۡ فِي قَلۡبِي نُورًا، وَفِي بَصَرِي نُورًا، وَفِي سَمۡعِي نُورًا، وَعَنۡ يَمِينِي نُورًا، وَعَنۡ يَسَارِي نُورًا، وَفَوۡقِي نُورًا، وَتَحۡتِي نُورًا، وَأَمَامِي نُورًا، وَخَلۡفِي نُورًا، وَعَظِّمۡ لِي نُورًا). 
قَالَ كُرَيۡبٌ: وَسَبۡعًا فِي التَّابُوتِ. فَلَقِيتُ بَعۡضَ وَلَدِ الۡعَبَّاسِ فَحَدَّثَنِي بِهِنَّ، فَذَكَرَ: عَصَبِي، وَلَحۡمِي، وَدَمِي، وَشَعۡرِي، وَبَشَرِي. وَذَكَرَ خَصۡلَتَيۡنِ.

Artinya :
      "Abdullah bin Hasyim bin Hayyan Al-'Abdi telah menceritakan kepadaku: 'Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Salamah bin Kuhail, dari Kuraib, dari Ibnu 'Abbas. Beliau berkata: Aku bermalam pada suatu malam di tempat bibiku Maimunah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangun malam, menunaikan hajatnya, kemudian membasuh wajah dan kedua tangan beliau, lalu tidur. Kemudian beliau bangun lalu menuju ke wadah air dan melepas ikatannya, lalu berwudhu` dengan wudhu` di antara dua wudhu`, tidak menggunakan banyak air namun mencukupi, kemudian beliau berdiri shalat. Aku bangun lalu meregangkan badanku karena tidak suka kalau beliau mengetahui bahwa aku sudah lama memperhatikan beliau. Aku pun berwudhu`, lalu berdiri shalat. Aku berdiri di samping kiri beliau. Beliau mengambil tanganku lalu memutarku ke sebelah kanannya. Shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam malam itu sebanyak tiga belas raka'at. Lalu beliau berbaring tidur sampai mendengkur. Beliau jika tidur biasa mendengkur. Lalu Bilal mendatangi beliau untuk mengumandangkan adzan untuk shalat. Maka beliau pun bangkit shalat dan beliau tidak berwudhu`. Beliau membaca di dalam do'anya, “Ya Allah, jadikan cahaya di hatiku, cahaya di penglihatanku, cahaya di pendengaranku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, dan besarkan cahaya untukku.”
Kuraib berkata: Ada tujuh tempat cahaya yang dulu kuhafal di dadaku, namun aku lupa. Lalu aku berjumpa dengan sebagian anak Al-'Abbas, dan mereka menceritakan tujuh tempat itu kepadaku. Dia menyebutkan: urat sarafku, dagingku, darahku, rambutku, kulitku. Dan dia menyebutkan dua tempat lagi."(HR Al-Bukhari (698), Muslim (763).)

      Para ulama berbeda pendapat mengenai 2 rakaat pada riwayat yang menyebutkan 13 rakaat, karena  Aisya r.a telah memberitahukan bahwasanya rasulullah Saw. tidak pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat.

      Ada yang mengatakan,"Dua rakat itu adalah shalat sunah (setelah) isya".

      Ada yang mengatakan,"Maksud dari dua rakaat itu adalah shalat sunah fajar."

      Ada juga yang mengatakan,"Itu adalah dua rakaat ringan yang dengannya Rasulullah Saw. membuka shalat malam, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits." Pendapat ini yang dirajihkan oleh Ibnu Hajar Rahimahullah. (AL-fath (3/21).

      Jadi, pendapat yang paling benarrrrr adalahhh Wallahu A'lam, yaps ini merupakan keragaman shalat witir. Yang paling sering beliau lakukan adalah shalat witir sebanyak sebelas rakaat, dan terkadang beliau melaksanakan shalat witir sebanyak tiga belas rakaat. Dengan demikian, kita bisa mengompromikan antara kedua hadits itu.

2. Disunahkan Mengawali Shalat Malam Dengan Dua Rakaat Yang Ringan

      Hal ini berdasarkan hadits Aisya r.a, dia berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.

Artinya :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.”(HR. Muslim (767).)

3. Disunahkan Untuk Membaca Doa Iftitah Yang Dianjurkan Dalam Shalat Malam



Diantaranya :

1. Doa yang disebutkan dalam kitab Shahihain dari hadits Ibnu Abbas r.a , dia berkata, "Apabila Nabi Saw. melaksanakan shalat tahajjud pada waktu malam beliau membaca :

اللُّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ حَقٌّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ، وَمُحَمّدٌ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ, لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، وَلاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

Artinya :
“Ya Allah, hanya milik-Mu lah segala pujian. Engkau adalah Penegak (yang menjaga dan memelihara) langit-langit dan bumi dan siapa yang ada di dalamnya. Dan hanya milik-Mu lah segala pujian, hanya milik-Mu lah kerajaan langit-langit dan bumi dan siapa yang ada di dalamnya. Hanya milik-Mu lah segala pujian, Engkau adalah pemberi cahaya langit-langit dan bumi. Hanya milik-Mu lah segala pujian, Engkau adalah Raja langit-langit dan bumi dan siapa yang ada di dalamnya. Hanya milik-Mu lah segala pujian. Engkau adalah Al-Haq (Dzat yang pasti wujudnya), janji-Mu benar, perjumpaan dengan-Mu benar, ucapan-Mu benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, para nabi itu benar, Muhammad itu benar dan hari kebangkitan itu benar (akan terjadi). Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakkal, hanya kepada-Mu aku kembali, dan hanya karena-Mu aku berdebat, hanya kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosa-dosa yang telah kuperbuat dan yang belakangan kuperbuat, ampunilah apa yang aku rahasiakan dan apa yang kutampakkan. Engkau adalah Dzat yang Terdahulu, dan Engkau adalah Dzat yang Paling Akhir, tidak ada sesembahan yang benar kecuali Engkau, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 1120 dan Muslim no. 1805 dari Ibnu Abbas , lafadz yang dibawakan adalah lafadz Al-Bukhari)

2. Doa yang disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits Aisyah r.a , dia berkata, "Apabila Nabi Saw. melaksanakan shalat malam, beliau membuka shalatnya (dengan membaca doa) :

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَئِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرَافِيْلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كاَنُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ

Artinya :
“Ya Allah, wahai Rabb Jibril, Mikail dan Israfil! Wahai Yang memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya! Wahai Dzat Yang mengetahui yang gaib dan yang tampak! Engkau menghukumi/memutuskan di antara hamba-hamba-Mu dalam perkara yang mereka berselisih di dalamnya. Tunjukilah aku mana yang benar dari apa yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan hidayah kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.” (HR. Muslim no. 1808)

4. Disunahkan Untuk Memperlama Waktu Berdiri, Rukuk, dan Sujud, Sehingga Seluruh Rukun-Rukun Shalat Yang Berupa Perbuatan Waktunya Hampir Sama

Al Baro’ bin ‘Azib mengatakan,

كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ

“Ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal), dan duduk antara dua sujud yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya hampir sama (lama dan thuma’ninahnya).” (HR. Bukhari no. 801 dan Muslim no. 471)

      Maksud dari hadits ini adalah dekatnya seorang hamba dengan rahmat dan karunia Allah SWT. Oleh karena itu hadits tersebut dijadikan salah satu dalil oleh para ulama yang menyatakan bahwa sujud itu lebih utama dibanding berdiri dan dari semua rukun shalat lainnya.

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ( اَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ) مَعْنَاهُ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ وَفَضْلِهِ وَفِيهِ اَلْحَثُّ عَلَى الدُّعَاءِ فِي السُّجُودِ وَفِيهِ دَلِيلٌ لِمَنْ يَقُولُ أَنَّ السُّجُودَ أَفْضَلُ مِنَ الْقِيَامِ وَسَائِرِ أَركْاَنِ الصَّلَاةِ 

Artinya :
“Sabda Nabi SAW, ‘Kondisi paling dekatnya seorang hamba dengan Rabb-nya adalah pada saat ia sujud. Karenanya perbanyaklah doa.’ Maksud sabda Nabi ini adalah saat paling dekatnya seorang hamba dengan rahmat dan karunia-Nya. Sabda ini memuat pesan anjuran penting untuk berdoa ketika sujud. Di samping itu juga merupakan dalil yang digunakan oleh para ulama yang menyatakan bahwa sujud itu lebih utama dibanding berdiri dan semua rukun shalat,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim Ibnil Hajjaj, Beirut, Daru Ihya`it Turatsil Arabi, cet kedua, 1392 H, juz IV, halaman 200).

      Menurut An-Nawawi, ternyata dalam masalah ini terdapat tiga pandangan. 

Pandangan pertama, menyatakan bahwa memperpanjang sujud dan memperbanyak rukuk dengan memperbanyak jumlah rakaat itu lebih utama. Demikian sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi, Al-Baghawi dari sekelompok para ulama. Di antara mereka yang berpandangan demikian adalah Ibnu Umar RA.

وَفِي هَذِهَ الْمَسْأَلَةِ ثَلَاثَةُ مَذَاهِبَ أَحَدُهَا أَنَّ تَطْوِيلَ السُّجُودَ وَتَكْثِيرَ الرُّكُوعَ أَفْضَلُ حَكَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالْبَغَوِيُّ عَنْ جَمَاعَةٍ وَمِمَّنْ قَالَ بِتَفْضِيلِ تَطْوِيلِ السُّجُودِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا 

Artinya :
“Dalam masalah ini terdapat tiga pandangan. Pertama, pandangan yang menyatakan bahwa mempanjang sujud dan memperbanyak ruku itu lebih utama. Demikian sebagaimana diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Al-Baghawi serta sekelompok para ulama. Di antara mereka yang berpandangan lebih utama memanjangkan sujud adalah Ibnu Umar RA,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim ibnil Hajjaj, juz IV, halaman 200).

Pandangan kedua menyatakan bahwa memperpanjang berdiri lebih utama karena didasarkan pada hadits riwayat Jabir yang terdapat dalam Shahih Muslim, yang menyatakan bahwa Nabi SAW, “Shalat yang paling utama adalah yang panjang qunutnya.” Apa yang dimaksud “qunut” dalam hadits ini adalah berdiri. Pandangan ini dianut oleh Madzhab Syafi‘i dan sekelompok ulama.

Argumentasi rasional yang diajukan untuk mendukung pandangan ini adalah karena zikir dalam berdiri adalah membaca ayat, dan dalam sujud adalah membaca tasbih. Sedangkan membaca ayat tentunya lebih utama karena mengacu pada praktik (al-manqul) Rasulullah SAW, yaitu beliau lebih memperpanjang durasi berdiri daripada memperlama sujud.

وَالْمَذْهَبُ الثَّانِيُّ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ رضي الله عنه وَجَمَاعَةٌ أَنَّ تَطْوِيلِ الْقِيَامِ أَفْضَلُ لِحَدِيثِ جَابِرٍ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ أَفْضَلُ الصَّلَاةِ طُولُ الْقُنًوتِ وَالْمُرَادُ بِالْقُنُوتِ اَلْقِيَامُ وَلِأَنَّ ذِكْرَ الْقِيَامِ اَلْقِرَاءَةُ وَذِكْرُ السُّجُودِ التَّسْبِيحُ وَالْقِرَاءَةُ أَفْضَلُ لِأَنَّ الْمَنْقُولَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يُطَوِّلُ الْقِيَامَ أَكْثَرَ مِنْ تَطْوِيلِ السُّجُودِ

Artinya : 
“Kedua, pandangan dari Madzhab Syafi‘i dan sekelompok para ulama yang menyatakan bahwa memanjangkan berdiri itu lebih utama karena didasarkan pada hadits riwayat Jabir RA dalam Shahih Muslim yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda, ‘Shalat yang paling utama adalah yang panjang qunutnya.’ Yang dimaksud ‘qunut’ dalam konteks ini adalah berdiri. Zikir dalam berdiri adalah membaca ayat, dan dalam sujud adalah membaca tasbih. Sedangkan membaca ayat itu lebih utama karena sesuai dengan yang diriwayatkan (al-manqul) dari Nabi SAW di mana beliau memperlama berdiri lebih banyak daripada sujud,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim ibnil Hajjaj, juz IV, halaman 200).

Pandangan ketiga lebih memilih untuk menyamakan sujud dan berdiri. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal bersikap abstain (tawaqquf) dan tidak memberikan memberikan komentar dalam masalah ini. Demikian sebagaimana keterangan yang dikemukakan An-Nawawi.

وَالْمَذْهَبُ الثَّالِثُ أَنَّهُمَا سَوَاءٌ وَتَوَقَّفَ أَحْمَدُ بنُ حَنْبَلَ رضي الله عنه فِي الْمَسْأَلَةِ وَلَمْ يَقْضِ فِيهَا بِشَيْءٍ 

Artinya :
“Pendapat ketiga menyatakan bahwa keduanya (berdiri dan sujud) adalah sama. Dalam konteks ini imam Ahmad bin Hanbal tidak memberikan komentar (bersikap tawaqquf) dan tidak mengambil putusan apapun,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim ibnil Hajjaj, juz IV, halaman 200).

Dari ketiga pandangan tersebut, ternyata ada pandangan berbeda yang diketengahkan An-Nawawi, yaitu pandangan Ibnu Rahawaih. Menurut Ibnu Rahawaih, jika siang hari, maka memperbanyak ruku dan sujud (memperbanyak jumlah rakaat) itu lebih utama.

Adapun jika malam hari maka lebih utama memanjangkan berdiri kecuali bagi orang yang memilik wazhifah menyelesaikan satu juz Al-Quran, maka lebih utama baginya memperbanyak rakaat dan cukup menyelesaikan satu juz dibagi ke beberapa rakaat. Karena dengan ini ia bisa memperoleh dua hal sekaligus, yaitu membaca satu juz Al-Quran yang menjadi wazhifahnya sekaligus memperbanyak rakaat.

وَقَالَ إِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ أَمَّا فِي النَّهَارِ فَتَكْثِيرُ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ اَفْضَلُ وَأَمَّا فِي اللَّيْلِ فَتَطْوِيلُ الْقِيَامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ لِلرَّجُلِ جُزْءٌ بِاللَّيْلِ يَأْتِي عَلَيْهِ فَتَكْثِيرُ الرُّكُوع ِوَالسُّجُودِ أَفْضَلُ لِأَنَّهُ يَقْرَأُ جُزْأَهُ وَيَرْبَحُ كَثْرَةَ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ

Artinya : 
“Menurut Ibnu Rahawaih, kalau shalat di siang hari maka memperbanyak ruku dan sujud itu lebih utama. Sedangkan pada malam hari maka memperpanjang berdiri itu lebih utama, kecuali bagi orang yang memiliki beban untuk menyelesaikan satu juz Al-Quran dalam satu malam, maka ia lebih untuk memperbanyak rukuk dan sujud. Sebab, ia membaca juz yang menjadi bagiannya dan memperoleh keuntungan dengan banyaknya ruku dan sujud,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim ibnil Hajjaj, juz IV, halaman 200-201).

Menurut At-Tirmidzi, pandangan Ibnu Rahawaih itu mengacu pada riwayat yang menggambarkan bahwa sifat shalat malam Rasulullah SAW adalah memanjangkan berdiri. Sedangkan shalat siangnya tidak digambarkan beliau memanjangkan berdiri sebagaimana shalat malamnya. Demikian yang kami pahami dari keterangan berikut ini.

وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ إِنَّمَا قَالَ إِسْحَاقُ هَذَا لِأَنَّهُمْ وَصَفُوا صَلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ باِللَّيْلِ بِطُولِ الْقِيَامِ وَلَمْ يُوصَفْ مِنْ تَطْوِيلِهِ باِلنَّهَارِ مَا وُصِفَ بِاللَّيْلِ وَاللهُ أَعْلَمُ

Artinya  :
“Menurut At-Tirmidzi apa yang dikemukakan Ibnu Rahawaih ini karena mereka menyifati shalat malamnya Nabi SAW dengan panjang berdirinya, berbeda dengan shalat siangnya. Wallahu a‘lam,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim ibnil Hajjaj, juz IV, halaman 200).

Demikian perbedaan pandangan para ulama mengenai soal memanjangkan berdiri atau sujud dalam shalat malam. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Source : http://www.nu.or.id/post/read/78602/khilafiyah-ulama-soal-memperlama-sujud-atau-berdiri-di-shalat-malam

Wallahu A'lam



      Sekian dari artikel ini. Selanjutnya akan saya lanjut dilain waktu. Semoga ilmu yang saya bagikan dapat bermanfaat bagi saudara dapat mengamalkannya. Mohon maaf bila ada salah penulisan atau kata. Saya akan menerima semua "kritik" yang saudara berikan apabila saudara yang berikan "jelas" tidak asal mengkritik.

Untuk melihat arikel selanjutnya silahkan klik link Sunah Bacaan Shalat Tahajud

Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Comments

Popular posts from this blog

Hukum Istinsyaq dan Istintsar Tiga Kali

Manfaat Menjalankan Ibadah Sunnah

Sunnah Saat Shalat Malam (part 2)